Taj Mahal Untukmu

Taj Mahal Untukmu
Karya: Dwi Arianti

Suara cicitan burung yang saling bersahutan terdengar layaknya susunan melodi yang merdu. Sang surya bersinar hangat, cahayanya menyinari sebagian bumi yang masih diselimuti kabut. Langkah kakinya terlihat begitu gontai, saat berjalan diantara rerumputan yang basah karena masih terdapat embun. Hidungnya mencoba menghirup aroma khas udara yang tadi malam berpacu dengan derasnya hujan. Semilir angin menghembuskan daun - daun yang mulai berguguran. Mata bulat bak bulan purnama miliknya sibuk mencari tempat yang tepat untuk duduk. Terlihat sebuah kursi kayu panjang seperti menyambutnya untuk duduk.
Ashita Nur Saidah. Sebut saja namanya begitu. Ia kini tengah melangkahkan kaki menuju sebuah kursi kayu panjang dengan tubuh yang masih terbalut jas putih bersih. Siapapun juga bisa tahu bahwa Ia adalah salah satu dokter di rumah sakit ini. Dirinya segera bergegas untuk duduk, Matanya sibuk menatap sebuah foto milik teman masa kecilnya yamg bernama Fernando Putra, sambil mengenang masa kecil bersama dengan Nando. Nando adalah cinta pertama dari seorang Ashita. Sebelum Nando meninggalkan Ashita ke Mumbay, Nando berjanji setelah dewasa akan membangun sebuah Taj Mahal sebagai lambang cintanya. Tapi mungkin mimpi itu telah pupus,sebab sampai saat ini Nando tak pernah menampakkan wajahnya di depan Ashita.
    Ketika ingin menyimpan sebuah foto disaku celana,terdengar suara piring jatuh berderai. Ashita bergegas menuju asal suara itu.
"Kenapa kau menjatuhkan piringnya, jika kau tidak mau makan ya sudah!" Terang seorang perawat yang berusaha menyuapi seorang anak yang tengah duduk dikursi roda.
     Ashita segera menuju kearah anak kecil itu. Sayangnya Ashita tak bisa melihat mata polos milik anak kecil itu, terhalang oleh lilitan benda putih yang disebut perban.
"Hai ! Pria tampan siapa namamu?" Tanya Ashita
"Aldi " jawabya singkat.
"Aku dokter Ashita. Mengapa kau tidak mau makan?" Tanya ishita dengan lemah lembut.
"Dokter, perawat ini memberiku makanan yang bahkan tidak layak untuk dimakan seekor kucing!" Sahut Aldi kesal.
"Hust...tidak boleh berkata seperti itu, bubur ini sangat baik untuk kesehatan. Bahkan bisa membuat anak kuat layaknya Superhero."
"Benarkah?"
"Emm...tentu"
"Ok aku akan makan dengan lahap. Ayo suster beri aku bubur baru!" Ucap Aldi dengan semangat.

     Hari semakin sore, Ashita segera berlalu menuju rumahnya. Diperjalanan pulang, tak disangka mobil mewah menyala miliknya terjebak mogok.
"Ya Allah, Kenapa harus mogok disini?" Ashita bingung lantaran nuansa malam yang sunyi dan disertai mendung.
Diantara sepinya kendaraan, Ashita berlari menyusuri jalan untuk mencari pertolongan. Angin bertiup sangat kencang dan diiringi oleh dedaunan yang berguguran. Dikejauhan sebuah bus dengan kecepatan penuh sedang berlalu. Terlihat seorang wanita paruh baya sedang menyeberang menuju sisi kanan jalan raya.
"Awas !!!!" Teriak Ashita
"Ahkk !!!! Jerit wanita itu.
Dengan secepat kilat Ashita berlari menyelamatkan nyawa wanita itu. Bus berlari dengan kencangnya, sebab sang pengemudi tidak sadar. Ashita sekarang berada tepat disisi kanan jalan raya, dengan kondisi kepala terbentur oleh benda keras yakni batu besar sementara wanita itu jatuh karena didorong oleh Ashita untuk menyelamatkan nyawanya.
"Kamu baik - baik saja?" Tanya wanita itu khawatir.
"Ya..tentu."
"Terima kasih, kau telah menyelamatkanku."
"Tidak masalah."
"Siapa namamu?"
"Ashita. Dan kau?"
"Sebut saja namaku Ibu maya dari Mumbay."
"Maaf Ibu maya, aku harus pergi keluargaku pasti tengah mencemaskanku."
"Emm...baiklah"

     Esok hari, dengan rok panjang warna biru pucat, kaos biru tua, dilengkai hijab syar'i dan dirangkap dengan sebuah jas putih sebagai identitas seorang dokter. Tanpa pikir panjang Ashita langsung menuju suatu tempat untuk menjalankan profesinya yang disebut Rumah Sakit.
Saat melewati kamar Aldi, Entah mengapa jantungnya berdebar kencang hanya karena mendengar suara yang seperti tak asing ditelinganya. Pada akhirnya, Ashita memutuskan untuk memeriksanya diketuk pintu dengan cat putih diatasnya dan tercantum nama ruang mawar.
"Assalamu'alikum...boleh aku masuk?" Ucapnya pelan. Namun tak ada suara yang menyahut, jadi keputusan Ashita untuk mendorong pintu itu seraya masuk kedalamnya.
Ashita terkejut bukan main, ketika mendapati tak ada seorangpun di kamar Aldi kecuali si Aldi sendiri yang tengah asyik tidur. Tak ingin mengganggu waktu tidurnya, dengan segera Ashita kembali melangkahkan kaki keluar dari kamar Aldi. Tak disangka ia melihat Ibu Maya sedang membawa sepaket buah - buahan.
" Hai " sapa Ashita
"Ashita kau disini, kau seorang dokter?"
"Benar...Aku sekarang hanya sibuk merawat Aldi saja."
"Aldi? " Aku tak lain adalah Bibinya,"
"Aldi adalah anak yang punya semangat tinggi untuk sembuh,"
"Kau benar, kami sangat bangga dengan Aldi,"
"Kami? "
"Maksudku, aku dengan kakak sepupu Aldi bernama putra. Astaga aku lupa, Putra pasti sudah menungguku di kamar Aldi." Ibu Maya langsung berlari ke ruang Aldi, tanpa mengucapkan salam.
     Ashita tertegun sejenak, pikirannya hanya terpusat satu hal. Suara yang ia dengar di kamar Aldi. Suara yang mengiatkannya akan masalalunya." Nando " ucapnya lirih. Setetes air mata turun tanpa menunggu izin dariknya, hanya air mata tanpa isakan yang seolah - seolah, hatinya menjadi hancur mengingat semua memorinya bersama dengan Nando, sewaktu SMP. Ia teliti betul sesosok Nando yang lembut, dan menghormati perempuan. Seorang Nando yang berhasil membuat perubahan hidup Ashita. Yang semula ceria dan optimisme menjadi sebuah penantian yang tidak pasti.
"Sudahlah tak ada gunanya aku menangisinya," ucapku lirih namun juga terdengar meyakinkan.

     Ketika hendak melamgkahkan kaki, tak disangka dompetnya terjatuh. Seorang lelaki bertubuh tinggi mendahuluinya untuk mengambil dompet itu.
"Terima kasih." ucap Ashita
"Kau dokternya Aldi?"
"Yah, tuan Putra bukan?"
"Panggil saja aku putra. Ashita apa perbedaan penyu dan kura - kura?"
"Mungkin dilihat dari kakinya,"
"Maaf salah! Penyu bermakna hewan yang cangkang keras sedangkan kura - kura bermakna kuramar kau dengan bismillah,"
 Ashita tersenyum kecil, mengingat Ia sedang berbicara dengan orang yang bukan muhrimnya. Tetapi anehnya, Ia merasa akrab dengan putra padahal ia baru pertama kali bertemu.

      Langit mendung menyelimuti malam yang tak berbintang. Membuat orang - orang enggan keluar rumah. Sebentar lagi hujan akan turun dengan derasnya. Saat ini Ashita sedang bertemu dengan nenek tercinta, tepatnya di sebuah rumah yang sederhana. Mengingat 15 menit yang lalu sang Nenek menghubunginya untuk bertemu.
"Ashita, Apa kau ingat janjimu pada Nenek?"
"Iya Nek, bahwa aku akan mau menikah dengan siapapun pilihan Nenek,"
"Nenek mendapat lamaran dari teman jauh Nenek,"
" Siapa? "
" Maya..tapi ia kerap disapa Ibu Maya, kau mengenalnya kan?"
"Ya...dia Bibi dari padienku, tapi siapa yang ingin menikah dengan ku?"
"Kau boleh menolaknya, namanya Fernan,"
"Memangnya mengapa Nek?"
"Dia laki - laki Sholeh, tapi Dia banyak kekurangan,"
"Aku akan menerima siapapun yang dipilih oleh nenek,"
"Dia buta, tidak bisa berjalan, dan tidak mempunyai tangan,"
"Insya' Allah, aku menikah karena Allah Swt aku akan menerimanya semua kekurangannya,"
"Kau serius?"
"Aku Akan meminta petunjuk dari Allah melalui shalat Istikharah, aku akan menemui pasienku sekarang Nek. Assalamu'alaikum,"
"Waalaikumsalam,"

    Angin bertiup sangat kencang dan diiringi oleh dedaunan yang berterbangan. Hati Ashita terasa menangis, mengingat cinta pertamanya akan hilang dari hidupnya, dari mimpinya untuk selamanya. Ashita tak bergeming sedikitpun akan menikah dengan pria tunanetra sebab pada dasarnya Ia menikah hanya karena Allah Swt. Dia sangat yakin dengan pilihan Neneknya.
     Esoknya selepas shalat Istikharah tadi malam, Ashita ingin menelepon Neneknya.
"Assalamu'alaikum Nek,"
"Waalaikumsalam, bagaimana keputusanmu nak?"
"Aku bersedia menikah,"
"Syukurlah, apa kau ingin melihat fotonya?"
"Tidak perlu Nek, aku menikah karena Allah dan berjanji akan menjadi istri yang shalehah untuknya,"
"Baiklah, tiga hari lagi di masjid Ar - Rahman akan dilangsungkan pernikahan,"
     
    Tiga hari telah berlalu, saatnya ajad pernikahan Ashita dan Fernand akan berlangsung. Dengan paras cantik, dilengkapi putih bersih, dan dikombinasi oleh hijab yamg seakan menambah kecantikannya dimata Allah Swt.
"Hah...pengantin pria sangat tampan," puji salah satu tamu undangan yang melihat pesona pengantin pria tepat didepan pintu masjid.
    Ashita terperanjat kaget, ketika mendapati lelaki yang akan Ia jadikan seorang Adam baginya tak lain adalah Putra. Yang secara fisik Ia sempurna tak memiliki satu kekuranganpun. Putra melangkahkan kaki menuju ke hadapan Ashita.
"...maaf..," ucapnya pelan
"Ada apa ini? Kenapa Nenekku sendiri berdusta padaku?"
"Tidak Ashita, aku yang meminta Nenekmu berbohong,"
"Kenapa?"
"Sebenarnya, makna bahwa aku buta, tidak bisa berjalan, bahkan punya tangan adalah...buta artinya indera mataku tidak akan aku gunakan untuk melihat kemaksiatan, tidak berjalan bermakna aku tak akan melangkahkan kakiku menuju kemungkaran dan tidak punya tangan berarti kedua tangan ini atas izin Allah tidak akan aku gunakan kearah larangan Allah," terang Putra
    Hati Ashita serasa luluh mendengar ucapan Putra. Seakan menyapu habis rasa kecewa sebab telang membohonginya.
"Ashita ini.." Putra menunjukkan sebuah Taj Mahal kecil khusus untuk Ishita
Ashita terpelonjak kaget, lantaran Putra memberinya Taj Mahal seperti yang selama ini aku impikan dari Nando.
"Sebenarnya aku adalah teman masa kecilmu Fernando Putra," Terang pria itu
Ashita mendengarnya serasa mimpi baginya, hamya diam seperti layaknya batu. Air mata terus saja berlinangan tidak habis pikir.
"Benarkah kau Nando?"
"Bukankah aku telah berjanji, selepas dewasa aku akan mendirikan sebuah Taj Mahal untukmu?"
"Benar! Taj Mahal yang berarti keluarga yang sakinah mawadah dan warahmah,"
"Ashita aku ingin katakan sesuatu,"
"Apa?"
" Aku mencintaimu karena Allah Swt,"
 "Subhanallah," serentak semua orang
     Nuansa masjid yang beratap kokoh dan dipenuhi oleh kerumunan orang, tetapi dihati Ashita terasa seperti musim semi dimana Bunga - bunga berjatuhan seiring kebahagiaan yang Ia rasakan saat ini. Pernikahan berlangsung dengan baik dengan penuh keceriaan. Apalagi ketika sang adik sepupu Nando sekaligus pasien favorit Ashita yakni Aldi, tiba - tiba datang memberi ucapan selamat. Walaupun dengan kondisi masih duduk dikursi roda. Ashita sangat bersyukur kepada Allah Swt atas segala karunia yang telah diberikanNya.
       
    
THE END








Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUMPULAN ABSTRAK BIDANG ARTIKEL

Ayah

Koala Kumal