APAKAH AKU SALAH
APAKAH
AKU SALAH...???
(Karya : Putri Anggraini)
Dipagi yang cerah, suara ayam
jago yang berkokok dengan merdunya, membangunkan Brenda, seorang gadis berusia
16 tahun itu dari tidur lelapnya disebuah pulau kapuk yang amat lembut. Yang sedang
sibuk dengan dunia fantasinya sendiri. Brenda itu seorang gadis yang baik dan
humoris. Selain itu ia juga sangat polos sekali. Kata temannya sih dia itu
orang yang mudah bergaul dan selalu bersemangat disetiap harinya. Namun sayang
ia adalah orang yang tertutup terhadap masalah yang dihadapinya. Setiap masalah
yang ia alami selalu ia pendam sendiri. Teman dekatnya atau bisa disebut
sahabatpun tidak pernah tahu masalah yang dihadapinya. Karena setiap hari
Brenda tidak pernah mengeluh, ia selalu menutupi kesedihannya dengan tersenyum
dan tertawa. Brenda itu tipe orang yang tidak mau orang lain sedih karenanya,
karena menurutnya lebih baik dia yang menderita daripada orang lain yang ada
disekitarnya menderita. Dengan mata yang masih tertutup ia melangkahkan kaki ke
kamar mandi. Hari ini gadis itu sangat santai, tidak terlalu tergesa-gesa
mandi, untuk menuju ke sekolah. Karena sekolah libur untuk empat hari. Hal ini
dikarenakan kakak kelas, kelas XII sedang melaksanakan ujian try out. Selesai
mandi, Brenda hanya bermalas-malasan di depan televisi. Hari itu Brenda berada di rumah sendirian,
karena ayahnya bekerja dan ibunya mengantarkan adiknya ke sekolah.
Ditengah-tengah kesibukan
menonton televisi. Terdengar dering telepon yang sangat nyaring ditelinganya ,
Brendapun mengangkat telepon tersebut. Tak disangka itu kabar dari sepupunya,
bahwa ternyata neneknya sekarang dirawat di rumah sakit. Brenda kaget, sudah
lama ia tidak berkunjung lagi ke rumah neneknya. Tiba-tiba ada kabar yang kurang
menyenangkan itu. Brenda segera
memberitahukan kabar tersebut kepada kedua orang tuanya. Brenda dan kedua orang
tuanya segera berangkat menuju ke rumah sakit. Diperjalanan hati Brenda merasa
sangat cemas, rasanya tidak karuhan. Brenda sangat sayang kepada neneknya, ia
tak ingin melihat neneknya sakit ataupun menderita. Ia tak ingin kehilangan orang-orang
yang ada disekitarnya, termasuk neneknya. Tak lama kemudian mereka sampai
tujuan. Sesampainya disana, Brenda langsung menghampiri neneknya dan ia
menanyakan kondisi nenek.
Sambil memegang tangan nenek dengan erat “Nenek baik-baik
sajakan ?” tanya Brenda dengan nada cemas.
“Nenek baik-baik saja, kata dokter cuma sedikit kecapekan.
Istirahat sebentar pasti akan lekas sembuh.” Kata nenek dengan begitu lemah.
Akhirnya Brenda memutuskan
menginap di rumah sakit untuk menemani neneknya. Ia menemani neneknya hanya dengan
kedua orang tuanya dan adiknya saja. Sepupunya tidak dapat ikut menemani,
karena ia harus melaksanakan tugas untuk magang ekstern. Sudah dua hari Brenda
menemani neneknya yang dirawat di rumah sakit. Malam itu tepatnya pukul 12
malam, neneknya mengalami sakit yang begitu mendalam pada bagian punggungnya. Brendapun
bingung harus berbuat apa, dan ia pun
segera menghubungi dokter. Menunggu dokter datang, Brenda mengusap-usap
punggung neneknya dengan harapan supaya rasa sakitnya mereda. Beberapa kemudian
dokter datang dan akhirnya diputuskan nenek akan dirujuk ke rumah sakit besar.
Tapi belum sempat dirujuk ke rumah sakit besar neneknya telah menghembuskan
nafas terakhirnya. Disaat itu Brenda mengalami kehilangan, kehilangan yang
begitu mendalam. Senyum yang selalu ada diwajahnya sekarang mulai memudar. Rasanya
ia ingin menahan air matanya itu. Namun dua matanya tak ada hentinya
mengeluarkan air yang rasanya hangat itu. Ingin rasanya Brenda menyalahkan
rumah sakit “dasar rumah sakit gak profesional, seandainya nenek gak dibawa ke
rumah sakit ini, semuanya gak bakal kayak gini. Ya Tuhan kenapa begitu cepat ?
Aku benci rumah sakit ini ! Aku benci semua rumah sakit !” ujur Brenda dalam
hati seraya menahan tangis. Namun apa boleh buat, semuanya telah terjadi,
Brenda harus tegar, semua pasti akan merasakan sebuah kematian. Sekarang Brenda
hanya bisa mendo’akan neneknya, supaya mendapatkan yang terbaik disisi Allah.
Sepeninggalan neneknya itu
kehidupan Brenda berubah 180 derajat. Yang dulu ketika belum bangun dibangunkan
ibu, sarapan disediakan ibu dan semuanya ibu yang mengurusi. Namun sekarang ia
harus tinggal di rumah kakeknya untuk menemani kakek dan sepupunya. Karena
mereka hanya tinggal berdua saja. Mau tidak mau ia harus melakukan hal
tersebut. Namun sejujurnya dihati Brenda yang paling dalam ia ingin tetap
bersama kedua orang tuanya. Tapi apa boleh buat ini sudah menjadi kewajibannnya,
kewajiban adalah tanggung jawab, dan tanggung jawab harus dilakukan. Di hari
itu, satu persatu barang Brenda di pindahkan ke rumah kakeknya. Ia harus
sekamar dengan sepupunya yang bernama Hera. Hera itu pribadi yang baik,
memiliki rasa belas kasih. Ketika ia marah terhadap Brenda, ia segera
melupakannya. Namun sayang dia tidak terlalu rajin dan tidak terlalu suka
bangun pagi. Dan yang paling parahnya, ia tidak bisa dipisahkan dengan
handphone yang ia miliki. Kadang kakek marah terhadapnya karena ia lupa
terhadap segalanya jika sudah bersama handphonenya itu. Yah ini adalah
konsekuensi hidup, Brenda harus mandiri, ia tidak bisa bergantung terus kepada
kedua orang tuanya terutama ibunya. Ini adalah ketentuan alam, alam yang yang
menentukan kita yang menjalaninya. “Jalani aja jangan dilawan, bismilah.” Ujar
Brenda dalam hati.
Pagi itu Brenda memulai
kehidupannya yang baru. Ia terbangunkan dari tidurnya karena mendengar suara
adzan subuh yang terdengar sangat jelas ditelinganya. Itu dikarenakan rumah
kakeknya berada dekat mushola. Iapun mengambil air wudlu dan segera menuju
mushola untuk menunaikan ibadah. Selesai itu ia pulang dan melakukan pekerjaaan
rumah. Yang pertama ia menyapu lantai, selanjutnya ia mencuci piring. Tidak
lupa ia menyediakan secangkir kopi hitam untuk kakek. Selesai mengerjakan
pekerjaan rumah, baru ia mandi untuk berangkat sekolah. Itulah yang setiap pagi
Brenda lakukan sendirian, kadang dibantu oleh kakeknya sih. Sedangkan sepupunya
itu masih tidur dengan nyenyaknya.
Hari ini ia berangkat sekolah
tidak sendirian lagi, ia sekarang selalu bersama sepupunya itu. Karena mereka
satu sekolah. Sepulang sekolah, Brenda bisa pergi ke rumah orang tuanya hanya
sekedar untuk mengambil lauk dan uang sakunya. Walaupun itu hanya sebentar
namun Brenda merasa sangat senang ia bisa melepaskan rindu dengan orang tuanya.
Kadang ia membuat sebuah gurauan kecil hanya untuk merasakan kebersamaan
kembali. Itulah rutinitas yang Brenda lakukan setiap hari, setiap minggu atau
bahkan setiap bulan.
Suatu ketika Brenda lelah dan
bosan dengan kehidupannya yang sekarang. Ya memang ia mendapatkan kasih sayang
dari kakek dan sepupunya. Tapi kasih sayang yang Brenda rasakan sangat berbeda,
rasanya tidak sama saat ia berada disisi kedua orang tuanya. Brenda tidak bisa
mengontrol dirinya, ia tak terkendalikan. Pagi itu ia bangun pagi seperti
biasanya, namun hanya untuk menunaikan ibadah subuh, ia tidak melakukan
rutinitas seperti biasanya. Berangkat sekolahpun ia memutuskan untuk berangkat
sendiri menggunakan sepeda motor milik orang tuanya. Brenda sangat berubah ia
menjadi pribadi yang malas, tidak bertanggungjawab dan acuh saat berada di
rumah. Tapi saat berada di sekolah, ia masih sama seperti Brenda yang dulu. Ia
tidak pernah membawa masalah pribadi ke sekolah.
“Di rumah ya dirumah, di sekolah ya di sekolah. itu sudah
beda.” Menurut kata hati Brenda.
Sore itu saat di ruang tamu, kakeknya meminta untuk
dibuatkan kopi. Tapi Brenda acuh merasa tidak mendengar. Dan akhirnya sepupunya
menyuruhnya.
“Brenda itu kakek minta dibuatkan kopi, sana ke dapur
buatkan.” Kata Hera.
“Kenapa bukan kamu aja yang buat ?” kata Brenda singkat.
“Kemarinkan sudah aku, sekarang giliran kamu.”
“Gak mau ! Kamukan anaknya, buatkan kamu kenapa? Pokoknya
aku gak mau. Aku lelah. Dari tadi kamu juga main hp teruskan.”
“Kamu ini kenapa sih ? makin hari makin aneh aja, susah
banget diatur kamu ini” dengan nada tinggi.
“Biarin, terserah aku, hidup-hidup siapa?” dengan nada acuh.
Akhirnya sepupunya yang pergi kebelakang untuk membuatkan
kopi. Semenjak kejadian itu kelakuan Brenda semakin kekanak-kanakan, ia
memberontak terhadap konsekuensi hidup yang ia jalani.
Sore itu sepulang sekolah Brenda
memutuskan untuk mengambil lauk di rumah orang tuanya sendirian. Sesampainya
dirumah orang tuanya, Brenda memberitahu orang tuanya bahwa ia ingin pergi ke
kamar tidur sebentar. Ia menatap kamar yang ia tepati setiap harinya dulu,
didalam lubuk hatinya yang paling dalam ia ingin kembali ke rumahnya itu. Ia
ingin merasakan kasih sayang yang ia dapatkan dulu. Brenda menyesal kenapa dulu
ia terlalu manja, bersifat malas, kekanak-kanakan dan selalu bergantung kepada
orang tuanya, terutama ibunya. Dan kadang membatah dan membuat ibunya marah.
Jika waktu bisa diulang kembali ingin rasanya Brenda merubah semua perilaku
buruknya itu. Namun apa boleh buat waktu tidak bisa diputar kembali.
Dalam hati Brenda berkata “Seandainya aku bisa kembali
kesini untuk yang lebih panjang, aku janji pada ibu aku akan menjadi mandiri.
Aku akan bangun pagi untuk menyapu, mencuci piring, mencuci baju. Maupun yang
lainnya. Apapun yang ibu perintahkan akan aku laksanakan dan kukerjakan. Aku
gak bakal nyusahin ibu lagi. Aku gak bakal bikin ibu kecewa, marah maupun
sedih. Asalkan ibu selalu berada didekatku, membimbingku dan menegurku saat aku
salah. Aku kangen ibu, aku rindu kasih sayangmu. Apakah aku harus sakit, supaya
engkau memperhatikanku lebih lama? Mungkinkah? Aku harap tidak. Kadang aku iri
dengan sikapmu terhadap sepupuku Hera. Aku iri ketika engkau lebih percaya
terhadapnya daripada aku. Disaat ia mengadukanku akan ke malasanku, engkau
langsung memarahiku. Hatiku rasanya sakit, sakit seperti ditusuk oleh duri. Engkau
tidak bertanya kepadaku, kenapa aku bersikap seperti itu? Aku lelah ibu, aku
lelah dengan semua ini. Aku rindu ibu, aku rindu ayah, aku rindu rumah ini, aku
rindu semuanya. Lebih baik kau marah karena ulahku daripada karena aduan orang lain. Ya Tuhan, kenapa
semua ini terjadi padaku?” Brenda tak menyadari ternyata air matanya mengalir
di pipi manisnya itu.
Tiba-tiba suara
ibunya dari luar kamar, menghentikan lamunan Brenda. Dengan segera ia menghapus
air mata diwajah polosnya itu. Dan iapun keluar dari kamar.
“kamu gak kembali pulang ke rumah kakek kamu, nanti kakek
kamu khawatir lho.” Kata ibu
“IBU...” kata Brenda
“Iya, apa Brenda?” tanya ibu
“Kalau aku tidur disini untuk semalam, apa boleh?” Tanya
Brenda dengan nada pelan.
“kamu gak kasihan apa sama sepupu kamu, ia sendirian di
rumah dengan kakek, apa kamu gak kasihan?”
“NGGAK” jawab Brenda dengan polos.
“Brenda kamu ini kenapa? Kamu semakin susah untuk diatur.
Benar apa kata Hera, kamu jadi malas, susah diatur dan gak mau nurut.” Suara
ibu dengan nada yang sedikit meninggi.
“Tapi bu....”
“tapi apa ?” potong ibu sebelum Brenda melanjutkan
omongannya.
“Terus aja bela Hera, memang ibu lebih sayang Hera daripada
Brenda. Sebenarnya anak ibu itu siapa Brenda atau Hera?”
Dengan mata yang berkaca-kaca Brenda keluar rumah dan memacu
kendaraannya dengan kencang. Dengan jelas ia mendengar suara ibunya yang
berteriak.
“Dasar anak nakal, teruskan perilaku kamu itu. Brenda....Brenda....Brenda,
hentikan ! Kamu mau celaka, kamu mau nyusahin ibu, iya? Brenda hentikan.” Kata
ibu dengan cemas dan sedikit marah.
Di perjalanan memacu sepeda motornya itu, suara hati Brenda
berusaha menenangkan dirinya. “Brenda pelan-pelan, Brenda nanti kamu celaka. Pelan-pelan
Brenda, pelan-pelan.” Perlahan-lahan Brenda mengurangi kecepatan motornya.
Tak disangka ait mata Brenda terus bercucuran ditengah
perjalanan. Karena malu kalau dilihat kakek dan sepupunya bahwa ia menangis. Ia
memutuskan memutar balik motornya itu untuk kembali ke rumah orang tuanya.
Sampai di rumah orang tuanya, ia langsung menuju kamar dan mengunci diri. Dari
luar kamar, ibunya bertanya “Brenda, Kamu tidur di rumah apa rumah kakek ?
tanya ibu dengan nada lembut.
Dengan nafas yang tidak beraturan karena ia menangis ia
menjawab “Tidur di rumah.”
“Ya sudah sana tidur, nanti sepupumu ibu hubungi.” Jawab
ibu.
Malam itu Brenda tidak bisa tidur, air matanya terus
mengalir. Ia tidak bisa membendungnya. Hatinya merasa sangat terluka. Di dalam
hatinya ia bertanya “Apakah aku salah jika aku ingin bersama orang tuaku ?
Apakah salah jika aku haus, haus akan kasih sayang orang tua ? apakah aku
terlalu kekanak-kanakan melakukan hal ini ? Apa salahku, kenapa semuanya begini
? Apakah yang salah denganku?”
Tak lama kemudian karena merasa
lelah ia pun tertidur. Keesokan harinya ia keluar dari kamar dengan mata
sembab. Ibunya mengetahui kondisi matanya seperti itu, ibunya pun meledeknya.
Dan akhirnya Brenda lupa dengan semua masalahnya tadi malam. Senyumnya kembali
lagi karena ulah ibunya. Inilah saat-saat yang Brenda rindukan saat ia berada
di rumah, walaupun ia bertengkar maupun beda pendapat dengan ibunya. Akhirnya
besok atau dilain hari, ia dan ibunya melupakan hal tersebut. “Yang lalu
biarlah berlalu.” Pikirnya.
Karena kejadian yang ia alami,
Brenda sadar bukan alam maupun dunia yang salah, namun semua kesalahan dan masalah
itu berasal dari diri Brenda sendiri.
Brenda terlalu kekanak-kanakan dan terlalu labil. Sekarang ia mengetahui
kenapa orang tuanya menyuruhnya tinggal di rumah kakeknya? Bukan karena orang
tuanya tidak sayang lagi terhadapnya, melainkan orang tuanya ingin melihat
Brenda menjadi pribadi yang mandiri dan tidak terlalu tergantung terhadap orang
lain. Selain itu karena kakek dan sepupunya hanya tinggal berdua saja, akhirnya
Brenda harus tinggal bersama mereka supaya mereka tidak kesepian. Lama
kelamaan, Brenda berubah menjadi Brenda yang dulu. Yang rajin, selalu
bersemangat, dan pekerja keras. Sekarang Brenda sangat senang ia tidak harus mengerjakan
pekerjaan rumah sendiri. Sepupunya Hera mau berbagi tugas setiap hari. Mungkin
Hera mengerti apa yang dirasakan Brenda saat ini. Hari-hari Brenda sekarang
selalu diselimuti dengan kesenangan. Namun kadang kala ia sering memikirkan dan
membayangkan, seandainya ia bisa tinggal di rumah orang tuanya.
Hari ini, Brenda harus bangun
lebih awal untuk melaksanakan olahraga pagi. Tapi tidak ada yang mengingatkan
dan membangunkannya. Jadinya Brenda telat untuk berangkat pagi. Karena kejadian
itu Brenda memiliki ide, setiap saat ia olahraga pagi, ia memutuskan tidur di
rumah orang tuanya dengan alasan supaya ia tidak telat lagi. Akhirnya Brenda
bisa tinggal bersama orang tuanya. Tapi kurang rasanya jika hanya satu hari
satu malam saja. Karena tidak kehabisan akal Brenda meninggalkan seragam
sekolahnya itu. Jadinya Brenda bisa berada di rumah orang tuanya selama dua
hari dua malam. Sudah cukup rasanya dua hari tersebut untuk melepas rindu. Brenda
sekarang, menjadi Brenda yang dulu yang selalu bekerja keras dan bersemangat.
Sekarang Brenda merasa sangat senang dia bisa memilih hidupnya tanpa harus
merasa tersakiti dan terbebani. Inilah yang dilakukan Brenda, dua hari berada
di rumah orang tuanya dan lima hari berada di rumah kakeknya. Walaupun merasa
lelah harus ke sana kemari. Namun tak mengapa, lebih baik begini daripada tidak
sama sekali. Inilah yang dilakukan Brenda setiap hari, sampai sekarang.
SELESAI
Komentar
Posting Komentar