MONYET YANG MENCINTAI KAISAR DANGDUT
MONYET YANG MENCINTAI
KAISAR DANGDUT
Judul: MONYET YANG MENCINTAI KAISAR DANGDUT
Penulis: Eka
Kurniawan
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit:
2016, cetakan pertama
Tebal: 470
halaman
Sebuah novel dengan judul yang menarik, hanya sepatah
huruf, “O”. O adalah nama seekor monyet betina, yang memiliki kekasih bernama
Entang Kosasih. Kekasihnya itu memiliki mimpi yang ‘gila’, yakni ingin menjadi
manusia. Semua monyet menertawainya, namun hanya O yang menganggap kekasihnya
itu waras. Entang kosasih melakukan segala cara untuk membuat dirinya menjadi
manusia, dengan mengamati segala tindak tanduk manusia dan berperilaku seperti
mereka.
O
yang lemah lembut sebetulnya tidak ingin Entang Kosasih menjadi manusia, sebab
bila ia menjadi manusia ia akan melupakan segala riwayatnya selama menjadi
monyet. Itu berarti, ia juga akan melupakan O. Tetapi yang terpenting bagi O,
ialah pernikahannya pada bulan ke sepuluh. Hari-hari dilaluinya dengan
berdebar, ia tak ingin pernikahannya batal karena kegilaan-kegilaan yang
dilakukan Entang Kosasih.
Sampai suatu ketika,
sebuah revolver polisi berada di tangan Entang Kosasih. Dan saat ia terbangun,
ia telah menjadi seorang kaisar dangdut. Cinta O yang masih menjadi seekor
monyet tak pernah sirna untuk Entang Kosasih yang telah menjadi manusia.
Tekadnya menyusul Entang Kosasih membawanya pada perjalanan yang berliku. Dan
salah satunya, ia lalui dengan memerankan manusia melalui sirkus topeng monyet.
Mulanya,
alur yang Eka buat dalam novel ini terasa seperti terserak dan teracak tak beraturan.
Dan memang begitulah, hanya saja keterserakan ini menjadi suatu yang menarik,
semacam kepingan lukisan abstrak yang indah. Tetapi, bagi beberapa orang yang
belum terbiasa dengan plot yang melompat-lompat, tampaknya membaca novel ini
menjadi semacam latihan mengingat. Gaya penulisan khas Eka yang merakyat dengan
tidak terlalu membumbui dengan bahasa-bahasa puitis, membuat novel ini dapat
dibaca dengan menyenangkan oleh siapa saja.
“Di sini berbaring O.
Memerankan banyak manusia melalui sirkus topeng monyet”
Membaca buku ini seakan
membuat kita kembali merenungkan tingkah polah manusia yang saat ini sudah
semakin ‘gila’. Tak sedikit kita menjumpai manusia yang lebih menyerupai
binatang daripada binatang itu sendiri. Eka menyelipkan sebuah sindiran halus
tentang kemanusiaan dalam buku ini dengan apik. Buku ini layak untuk dibaca
oleh semua kalangan, khususnya oleh mereka yang ingin memaknai kembali esensinya
menjadi manusia.
Komentar
Posting Komentar