Aku Tidak Menyontek
Aku Tidak Menyontek
Karya
: Andini Rizki Lufiyanti
Sejak Delia yang murid baru itu duduk bersama Asley di deretan
bangku yang paling depan, hasil ulangannya baik-baik terus. Padahal sewaktu ia
masih duduk bersama atun dibelakang, hasil ulangannya jelek-jelek. Hal ini menguatkan
dugaan temen-temannya sekelas bahwa Delia selalu menyontek pada Asley yang
pintar itu.
"Kau murid baru rupanya pintar menyontek, ya?" ejek Perrie
pada suatu hari. Begitu juga teman-temanku yang lainnya mengejek Delia sebagai
penyontek ulung.
"Aku tidak menyontek, sungguh! aku mengerjakannya sendiri"
sahut Delia membela diri.
"Bohong! buktinya waktu duduk dibelakang hasil ulanganmu jelek-jelek.
" Ta..tapi aku tidak menyontek...." kata Delia hampir
menangis.
"Sudahlah mana ada pencuri mengaku atas perbuatannya?"
kata Shila dengan nada mengejek.
"Begini saja, kalau kau betul-betul tidak menyontek, nanti
kalau ada ulangan lagi kau duduk dibelakang sendirian dan buktikan bahwa kau
pun bisa dapat nilai 9 tanpa Asley" ujar Perrie memberi keputusan.
Delia menangis dibangkunya karena ia merasa keputusan itu terlalu
kasar dan tidak adil baginya tapi pun
tidak mampu berbuat apa-apa selain menangis.
Besoknya kebetulan ada ulangan biologi.Perrie sengaja menempati
tempat duduk Delia dideretan depan sebelum Delia datang.
"Kau keterlaluan Perrie!" kata Asley kepada Perrie."Kau
telah menyinggung perasaannya"
"Acuh aja biar dia tau bahwa menyontek itu perbuatan jelek dan
tidak mendidik."
"Tapi itu kan urusan pribadi masing-masing."
"Eh kau ingin membela Delia, ya? Rupanya kau sudah diberi uang
suap olehnya."
"Perrie jaga mulutmu.
Tidak pantas ucapan seperti itu dikeluarkan dari mulut seorang ketua
kelas." "Justru aku sebagai
ketua kelas hendak membersihkan ini dari perbuatan-perbuatan yang tercela."
"Tapi kau belum bisa membuktikannya."
"Akan aku buktikan hari ini. Liat saja nanti." pertengkaran
mereka akhirnya berhenti ketika bel masuk berbunyi. Tapi Delia belum juga
datang, tak lama kemudian datanglah Delia. Melihat tempat duduknya ditempati Perrie,
ia mencari tempat yang kosong dibelakang. Kebetulan Jason duduk sendirian.
Ulangan biologi telah dimulai. Pak Charlie telah menulis soal di
papan tulis.Anak-anak pun mulai mengerjakan. Pak Charlie mulai keliling dan
terkejut. "Kenapa kertasmu masih kosong, Delia?" tanya pak Charlie.
Yang ditanya diam saja. Merunduk "tidak bisa?" "terlalu sulit?"
Perrie dan teman-temanya senyam-senyum.
"A...aku tidak bisa me.......melihatnya, pak." sahut Delia
pelan.
"Maksudmu tulisan dipapan itu kurang jelas?"
"Bukan, ma....mata saya yang telah rusak, pak."
Pak Charlie tertegun. Perrie terkejut, begitu juga teman-teman yang
lainnya."Kenapa kamu pindah kebelakang kalau matamu rusak?" tanya pak
Charlie lagi."Perrie telah mengusirnya, pak." sahut Jason ikut
bersimpati kepada Delia. Pak Charlie menghampiri Perrie."Kenapa kamu
lakukan itu, Perrie?" tanya pak Charlie."Kamu iri pada Delia? Kalau
iri bukan begitu caranya. Kamu harus dapat bersaing dengan sehat. Tingkatkan belajar
mu agar dapat menyamai prestasi Delia." Perrie hanya diam saja. Akhirnya
Delia pindah lagi duduknya kedepan dan Perrie kembali lagi ketempat duduknya
semula.
Seusai ulangan Perrie datang menghampiri Delia."Kenapa kamu
tidak mengatakan kalau matamu rusak?" tanya Perrie."aku malu."
sahut Delia "kenapa malu?"
"kalau aku bilang mataku rusak kalian pasti akan menertawakanku."
"Kenapa kamu tidak memakai kacamata?" tanya Perrie lagi.
"Jangankan untuk membeli kacamata, Perrie, untuk hidup saja aku
harus berjuang sebagai pembantu di sore hari. Ayahku telah tiada dan ibuku kini
sudah tua, dan tidak punya apa-apa."
Perrie merasa terharu mendengar cerita Delia. Ia berjanji tidak akan
menyakiti hati Delia "Delia......maafkanlah hati yang jelek ini."
kata Perrie. "Kamu tidak bersalah, Perrie, aku yang salah kenapa aku tidak
memakai kacamata." Akhirnya mereka bersalaman dengan perasaan haru dan
bahagia. Delia maukah kamu datang kerumahku nanti sore?" tanya Perrie
sambil menepuk bahu Delia. "Temanku kebetulan punya toko optik. Kamu boleh
memilih kacamata mana yang kamu rasa cocok untuk matamu. Aku akan membayarnya."
Delia memandang Perrie dengan tidak percaya "betulkah itu Perrie?"
Perrie mengangguk. Delia melonjak gembira dan memeluk Perrie. "Kamu
sungguh baik, Perrie......"
Sore nanti adalah sore yang paling indah bagi Delia. Ia akan
mempunyai kacamata yang selama ini ia idam-idamkan. Ibunya pun pasti akan
sangat gembira.
Nama : Andini Rizki Lufiyanti
Kelas : XI - Akuntansi 1
No.Absn : 04
Komentar
Posting Komentar